Tempat ziarah di tengah Nusa Larangan
Panjalu sendiri berati
jalu (bahasa sunda) yaitu laki laki atau bisa juga berarti
jago, jantan nama panggilan di sunda, Kata Panjalu sendiri yang berarti Jawara, Pendekar. Dalam bahasa inggris Warror dan Knight, tetapi ada juga yang beranggapan bahwa Panjalu yang berarti wanita karena pernah diperintah oleh seorang ratu yang bernama Ratu Permanan Dewi.
Watak orang panjalu dari dulu sampai dikenal watak orang yang keras dan di segani karena katanya memiliki ilmu keturunan yang di warisi dari karuhun keturunan mereka.
Menurut sumber Munoz (2006) Kerajaan Panjalu yang berada di Ciamis Jawa Barat adalah penerus kerajaan Panjalu Kediri ( Jawa Timur) Karena setelah Maharaja Kertajaya Raja Panjalu terakhir tewas di tangan Ken Arrok (1222), sisa sisa keluarga dan pengikut Maharaja Kertajaya itu melarikan diri ke daerah panjalu Ciamis (Jawa Barat)
Panjalu mulai di kenal ketika berada di pemerintahan Prabu Sanghyang Rangga Gumilang, karena sebelumnya panjalu lebih di kenal dengan Kabuyutan Sawal karena daerhanya terletak di kaki gunung Sawal. Kata Kabuyutan Sawal yang berarti identik daerah Kabarataan yaitu daerha yang sarat dengan agama Hindu
Sejarah Masuknya islam Panjalu
Dari cerita yang di sampaikan secara turun temurun, masuknya agama Islam ke daerah Panjalu di bawa oleh Prabu Sanghyang Borosngora yang tertarik menuntuk islam sampai ke Mekkah lalu di islamkan oleh Sayyidina Ali Bin Thalib R.A.
Sementara menurut cerita dari Babad Panjalu, Prabu Sanghyang Borosngora mendapat cindremata dari Sayidina Ali berupa Air Zamzam dan Pedang,cis (tongkat kebesaran) juga baju kebesaran. Cikal bakal air situ Lengkong Panjalu itu sendiri katanya di ambil dari air Zamzam yang pemberian Sayidina Ali R.A, sedangkan pusaka lainnya pemberian Sayidina Ali di simpan sampai sekarang di Bumi Alit.Dan sampai sekarang sering di sucikan dengan acara proses yang di namakan Nyangku yang di adakan di senin dan kamis pada hari terakhir bulan Maulud ( Rabiul awal )
Sunan Gunung Jati
Penyebaraan agama Islam itu sendiri sebenarnya serentak di semua tataran wilayah sunda pada kepemimpinan pengusa Cirebon yang baru di angkat oleh Pangeran Cakrabuana bergelar Gusti Susuhan Jati ( Sunan Gunung Jati) atau lebih di kenal Syarif Hidayatulloh, dan menyatakan melepaskan diri dari Kemaharajaan Sunda dengan mengentikan upeti pada tahun1479. Peristiwa ini terjadi ketika di wilayah Sunda di pimpin sang Haliwung Prabu Susuktunggal ( 1475- 1482 ) di pakwan Pajajran Ningrat Kancana Prabu Dewa Niskala ( 1474-1482 ) di Kawali.
Pengaruh Mataram di Panjalu
Dari peninggalan Kemaharajaan Sunda ( 723-1579 ) wilayah Jawa Barat terbagi menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang pada mulanya di bawah kerajaan Sunda. Kerajaan-kerajaan yang masih saling berhubungan darah itu tak lepas dari kekuasaan Cirebon dan Banten yang sedang pada puncak kejayaannya, dan kerajaan-kerajaan itu yang di pimpin oleh yang bergelar Prabu, Sanghyang, Rahyang, Hariang. Pangeran atau Sunan. Akan tetapi mereka mengakui kekusaan Cirebon dan Banten yaitu dua kerajaan yang paling luas di daerah Sunda wilayanhnya mencakup Sumedang Larang dan Galuh mereka di percaya sebagai penerus Kemaharajaan Sunda.
Pada tahun 1595 Mataram memperluas wilayahnya sampai ke wilayah tutur Sunda kecuali Banten dan Batavia (jakarta ) yang di pimpin oleh Panembahan Senopati ( 1586-1602 ). Untuk lebih mempererat hubungan antara Mataran dan Cirebon kemudian Senopati menikahkan saudaranya bernama Ratu Harisbaya dengan penguasa Cirebon pada waktu itu, Panembahan Ratu ( 1570-1649 )
Peristiwa pendudukan Mataram ini di Panjalu diperkirakan terjadi pada masa pemerintahan Prabu Rahyang Kunang Natabaya karena puteranya yaitu Raden Arya Sumalah tidak lagi memakai gelar Prabu seperti ayahnya, hal ini menunjukkan bahwa Panjalu sudah menjadi bagian kabupaten dari Mataram.
Dalam masa pendudukan mataram selama 110 tahun ini ( 1595-1705 ), yang menjabat Bupati Panjalu secara berturut turut adalah :
- Raden Arya Sumalah
- Pangeran Arya Sacanata (Pangeran Arya Salingsingan /Pangeran Gandakerta)
- Raden Arya Wirabaya
- Raden Tumenggung Wirapraja
VOC dan Hindia Belanda
Berdasarkan perjanjian VOC dengan Mataram tanggal 5 Oktober 1705, maka seluruh wilayah Jawa Barat Kecuali Banten dan Batavia jatuh ke tangan Kompeni. Gubernur Jendral VOC menjadikan Bupati Mataram sebagai pelaksanaan penyerahan wajib komoditas tanaman seperti beras, cengkeh, kopi, indigo dan tebu.
Kebijakan VOC ini sangat memberatkan kehidupan rakyat kecil pada waktu itu, akibatnya pada tahun 1703 terjadi kerusuhan yang di gerakkan oleh Raden Alit atau RH Prawatasari seorang Menak (Bangsawan) Cianjur masih keturunan Panjalu yang berasal dari Jampang ( Sukabumi ). Kerusuhan yang di gerakkan oleh RH Prawatasarin ini melanda wilayah priangan Jawa Barat terutama Cianjur, Bogor, dan Sumedang.
Namun pemberontakan ini bisa di padamkan oleh VOC pada 12 juli tahun1707, Raden Haji Prawatasari tertangkap dalam pertempuran melawan VOC di daerah Bagelen dan kemudian di asingkan ke daerah Kertasari.
Pasca pemberontakan RH Prawatasari, pada masa kepemimpinan Pangeran Arya Cirebon, Raden Prajasasana ( putera Raden Arya Wiradipa bin Pangeran Arya Sacanata ) yang mejadi pamong praja bawahan pangeran Arya Cirebon di angkat sebagai Bupati Panjalu yang berada pada wilayah administratif Cirebon dengan Gelar Raden Tumenggung Cakranagara menggantikan Raden Tumenggung Wirapraja. Dan pada tahun 1810 wilayah kabupaten Panjalu di perluas sampai ke wilayah Kawali, wilayah Kawali yang menginduk ke Panjalu ini kemudina di kepalai oleh Raden Tumenggung Suradipraja ( 1810-1819 ).
Situ Lengkong Panjalu
Sekarang ini Nusa Larang dan Situ Lengkong Panjalu menjadi salah satu obyek wisata dan wisata ziarah islami utama di kabupaten Ciamis dan selalu ramai di kunjungi oleh peziarah seluruh indonesia terutama dari Jawa Timur, apalagi setelah Presiden K.H Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di ketahui berziarah di Nusa Larang dan mengaku bahwa dirinya juga adalah masih keturunan Panjalu.
Sumber : wikipedia Panjalu